Jika kamu pencinta anime sejati, nama Attack on Titan (Shingeki no Kyojin) pasti sudah tidak asing lagi. Serial yang dimulai dengan premis sederhana tentang manusia melawan raksasa ini berkembang menjadi salah satu cerita paling kompleks, brutal, dan emosional dalam sejarah anime. Banyak yang menyebutnya sebagai mahakarya. Namun, bagaimana dengan bagian penutupnya? Final Attack on Titan terbukti menjadi titik perdebatan panas di kalangan penggemar. Artikel ini mengupas akhir cerita yang memecah belah penonton namun tetap berhasil mempertahankan atmosfer epik yang menjadi ciri khasnya. Untuk rekomendasi dan ulasan lengkap lainnya, kamu juga bisa mengunjungi animemovie.id sebagai referensi utama pecinta anime.

Transformasi Cerita: Dari Pertempuran Fisik ke Dilema Moral

Salah satu hal yang membuat akhir Attack on Titan kontroversial adalah bagaimana cerita ini bergeser dari konflik fisik melawan Titan ke pergulatan moral, politik, dan identitas. Eren Yeager, tokoh utama yang awalnya terlihat sebagai pahlawan klasik, mengalami evolusi karakter yang begitu drastis hingga banyak yang tak lagi mengenalinya. Ia berubah dari korban tragedi menjadi sosok antagonis global dengan satu tujuan: menghancurkan dunia demi “kebebasan” bangsanya.

Langkah ini membuat sebagian penonton merasa dikhianati karena simpati mereka pada Eren diuji. Tapi justru di situlah kekuatan naratif Isayama: menggambarkan bahwa tidak ada pahlawan dan penjahat mutlak. Semua karakter memiliki sudut pandang dan penderitaan masing-masing. Akhir cerita ini bukan soal menang atau kalah, tapi tentang harga yang harus dibayar untuk membebaskan diri dari siklus kebencian.

Ending Scene Attack on Titan
Ending Scene Attack on Titan

Akhir yang Terbelah Dua: Jenius atau Gagal?

Adegan klimaks saat Eren dihadapkan dengan teman-temannya sendiri adalah salah satu momen paling emosional dan simbolik. Para penggemar terpecah antara yang menganggap ini sebagai penutup sempurna dan yang merasa ini adalah pengkhianatan terhadap semua build-up yang telah dibangun selama bertahun-tahun.

Beberapa kritik utama yang muncul adalah:

  1. Motivasi Eren yang Tidak Konsisten: Banyak yang merasa alasan Eren melakukan “Rumbling” terlalu dipaksakan dan kurang dieksplorasi dengan matang.
  2. Peran Mikasa yang Terlalu Simbolik: Keputusan Mikasa untuk membunuh Eren demi menghentikan genosida menjadi titik emosional puncak, namun juga menuai debat soal bagaimana karakter ini diposisikan.
  3. Dampak Akhir yang Kurang Memuaskan: Meski dunia terselamatkan, siklus kebencian tampaknya belum benar-benar berakhir. Ini membuat sebagian fans merasa akhir cerita terasa nihilistik.

Namun, di sisi lain, banyak yang memuji keberanian Isayama dalam tidak memberikan “happy ending” klise. Ia memilih realisme pahit ketimbang kenyamanan fiksi. Ending ini juga tetap setia pada tema utama Attack on Titan: kebebasan selalu datang dengan konsekuensi.

Baca juga: 5 Anime Slice of Life yang Akan Menenangkan Hatimu

Sebuah Akhir yang Layak Dikenang

Apakah akhir Attack on Titan sempurna? Mungkin tidak untuk semua orang. Tapi satu hal yang tak bisa disangkal: akhir ini berani, emosional, dan sesuai dengan semangat gelap serta kompleksitas cerita yang telah dibangun sejak awal.

Serial ini menunjukkan bahwa tidak semua perang dimenangkan dengan pedang, dan tidak semua pahlawan akan dikenang sebagai penyelamat. Dalam dunia yang penuh ambiguitas moral, keputusan yang benar sering kali hanyalah pilihan yang paling tidak buruk.

Bagi kamu yang belum menonton atau ingin memahami lebih dalam, tak ada salahnya membaca ulasan-ulasan mendalam di situs seperti animemovie.id yang memberikan sudut pandang segar dan rekomendasi anime lainnya yang mungkin tak kalah epik.

Akhir Attack on Titan boleh saja memecah belah penonton, tapi satu hal pasti: ini adalah penutup dari sebuah kisah yang tak akan pernah dilupakan oleh sejarah anime.