Bulan April 2020 saya secara acak membeli buku di Gramedia. Selain butuh bahan bacaan baru, waktu itu rasanya lagi pingin membaca suatu hal yang mengandung unsur sejarah. Akhirnya pilihan jatuh ke buku Wiji Thukul Teka Teki Orang Hilang.


Buku tersebut merupakan Seri Buku Tempo yang dicetak ulang oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG). Salah satu alasan memilih buku itu untuk dibeli adalah rasa kedekatan dengan sosok Wiji Thukul yang merupakan warga Solo. Secara pribadi sih ga ada hubungan apapun, ya merasa dekat karena dulu pas kuliah pulang pergi lewat kampung di mana Pak Wiji pernah tinggal.


Bukunya deskriptif sekali. Mengisahkan detail tentang perjalanan hidup pria bernama asli Widji Widodo itu. Mulai dari pelarian Wiji ke luar Pulau Jawa. Bagi yang pernah nonton Istirahatlah Kata-kata pasti sedikit banyak bisa membayangkan pelarian Wiji saat itu.
Setelah itu juga diceritakan pelarian Wiji saat disembunyikan aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD). Bagaimana Wiji hidup berpindah-pindah dari rumah ke rumah. Hidupnya dibiayai rekan-rekan aktivis. Semuanya berusaha mengaburkan jejak agar tak terlacak aparat.

Wiji Thukul Teka-Teki Orang Hilang


Meski di dalam pelarian, Wiji masih aktif menulis pamflet. Dia juga diceritakan rutin mengambil pamflet yang disebar di antara aktivis. Digambarkan pula bagaimana susah dan ribetnya mengatur pertemuan Wiji dengan istri dan anaknya.


Buku ini mengumpulkan data dari orang-orang yang bersinggungan langsung dengan Wiji. Ada dua informasi simpang siur terkait kapan terakhir kali Wiji berkomunikasi dengan rekan aktivis dan keluarganya.


Setelah pembaca dibawa ke momen-momen saat Wiji diduga hilang, kemudian kami dibawa ke masa-masa awal Wiji memasuki dunia seni. Awal-awal Wiji aktif berpuisi, nulis puisi, hingga ngamen puisi keliling Jawa. Di buku ini juga digambarkan saat Wiji di persimpangan, di mana rutinitas seninya secara sadar dia bawa ke praktik politik praktis demi membela rakyat kecil.


Buku ini sungguh asyik dibaca. Saya pribadi seperti terbakar semangat perlawanannya saat membayangkan rutinitas Wiji demi mengkritik rezim Orde Baru.

Tampak Belakang


Kalau sekarang belum ada penguasa yang terlalu keterlaluan untuk dikritik, cobalah tetap waspada agar kalian tak terbuai kenyamanan semu.


Selain itu juga bisa diambil pelajaran bahwa dalam mengambil pilihan hidup, sebaik apapun pilihan kita, pasti ada yang tidak setuju. Antara mereka yang tidak setuju dengan cara diam membiarkan atau mereka yang berusaha menggagalkan.

Jadi, saat kalian sudah yakin dengan pilihan hidup, sudah menimbang dan siap berjuang, maka tak perlu menunggu afirmasi dari semua pihak untuk bergerak. Sampai kapanpun akan ada yang nyinyir dengan jalan hidupmu.