Beberapa waktu lalu saya mendapat tugas dari kantor untuk mengantarkan berkas penagihan ke Semarang, yang berarti saya harus melakukan perjalanan dari Tegal ke Semarang.
Itu kali pertama saya harus mengantarkan berkas tersebut karena manajer berhalangan keluar kantor. Singkat cerita, berangkatlah saya ke Semarang, beli tiket PP Kaligung pukul 07.00 WIB dengan jadwal pulang 16.30 WIB.
Karena itu kali pertama saya memasukan berkas penagihan, jadi saya sengaja memberi jarak yang panjang antara pulang dan pergi, kalau-kalau ada halangan, jadi bisa ada waktu bertanya-tanya. Di luar perkiraan saya, proses pengumpulan berkas tak memakan waktu lebih dari satu jam, itupun sudah ditambah waktu jalan kaki dari Stasiun Poncol ke kantor yang dituju.
Kereta pukul 07.00 WIB sampai Semarang kurang lebih pukul 09.30 WIB dan urusan kantor sudah selesai sebelum pukul 11.00 WIB, lha terus saya ngapain sampai 16.30 WIB nanti sore?
Di tengah kegabutan, saya memutuskan untuk masuk mal. Sambil ngadem dan cuti mata, saya mencari referensi ke mana saya harus menghabiskan waktu. Hal pertama yang terlintas adalah pergi ke tempat-tempat bersejarah atau museum.
Museum selalu memberikan rasa ingin tahu yang secara alami memantik rasa semangat di diri saya.
Singkat cerita, pilihan jatuh ke Museum Jawa Tengah Ranggawarsita. Saya yakin tidak cuman saya yang baru tahu ternyata ada museum berisi sejarah umum Provinsi Jawa Tengah (Jateng). Iya, di museum tersebut isinya sejarah, budaya, hasil alam, hingga keunikan di kota/kabupaten di Jateng.
Museum Jawa Tengah Ranggawarsita berlokasi di jalan Abdul Rahman Saleh No.1 Kalibanteng Kulon, Semarang. Saya kesana naik ojek online, lokasinya gampang kok ditemukan.
Saya kesana pas mid-week gitu kalau tidak salah hari Kamis, jadi cenderung sepi. Bahkan tak jarang di satu ruangan itu cuman saya yang berkunjung. Waktu itu tiket masuk hanya Rp4.000, untuk anak-anak kalau tidak salah cuman Rp2.000. Saat saya kesana tidak mendapat informasi terkait bus tingkat yang muter-muter Semarang, soalnya saya kesana juga insidental. Kalau ada yang penasaran sama bus tingkatnya silahkan cari-cari info di review gmaps nya Museum Ranggawarsita.
Museum ini terdiri dari beberapa bagian. Tiap bagian mengabadikan aset-aset provinsi yang sejenis. Misalnya aset alam, mulai dari fosil hingga hasil alam. Selain itu ada bagian sejarah pra-kemerdekaan. Ada produk-produk keramik, tembikar, hingga kain. Kemudian bagian budaya adat berbagai daerah.
Museum cukup luas dan melelahkan saat dijelajahi, namun tetap menyenangkan karena informasi-informasi di dalamnya sungguh beragam. Karena sepi, kadang ruangan-ruangan tertentu berasa singup atau sedikit menyeramkan bagi saya. Rasa seram bertambah saat di area yang banyak patung display baju adat, replika keranda, hingga kegiatan kebudayaan.
Ada sedikit keprihatinan saat berkunjung ke museum ini. Meskipun masih tergolong layak, tapi banyak area-area yang kotor dan tidak terawat. Diorama-diorama yang sudah lusuh dan tidak enak dipandang. Ada juga informasi yang menurut saya outdated dan harus di update Saya kurang paham apa ini masalah biaya operasional atau hal lain. Namun, jika dilihat dari nominal tiket yang terlampau murah bisa jadi biaya operasional menjadi salah satu penghambat. Bisa jadi lho ya, ini cuman asumsi saya, soalnya saya tidak tahu anggaran daerah yang dialokasikan untuk museum tersebut.
Petualangan di Museum Jawa Tengah Ranggawarsita berakhir di tengah hari. Saya masih mempunyai waktu empat jam lebih sebelum jadwal kereta pulang. Karena bingung, setelah break solat makan, saya lanjut ke Lawang Sewu.
Karena tujuan ini sudah sangat populer, saya tidak akan menulis banyak tentang Lawang Sewu. Mungkin sedikit update, saat saya kesana bulan enam 2019, ticket box di Lawang Sewu sudah menerima pembayaran pakai Link Aja, waktu itu diskon jadi Rp10.000 doang.