Beberapa waktu lalu di halaman medsos saya muncul iklan Netflix. Tampilannya wajah aktris berbakat Hollywood, Rosamund Pike. Otomatis keinget film Gone Girl. Ternyata itu iklan film terbaru doi yang belum lama ini dirilis Netflix, judulnya Care a Lot. Dari trailernya sih ada unsur-unsur girl power di dalamnya. Pas ditonton, filmnya bikin galau, asli. Nih review film I Care a Lot dari saya.
Saya selalu percaya kalau film bukan semata-mata hiburan. Seperti karya sastra, film adalah cermin kehidupan. I Care a Lot ini menurut saya secara berani menjadi cerminan kehidupan.
Film ini disutradarai oleh J Blakeson dengan skenario yang juga ditulis oleh Blakeson. Salah satu karya Balkeson sebelumnya adahal The Fifth Wave yang dibintangi Chloe G. Moretz. I Care a Lot dibintangi oleh nama-nama beken seperti Rosamund Pike, Peter Dinklage, Dianne West, dan Elza Gonzalez.
Menurutku, film ini akan lebih mengena untuk teman-teman yang sudah merasakan dunia kerja. Untuk mereka yang sudah merasakan persaingan dengan rekan kerja, hubungan politik dengan pemangku kebijakan, hingga mengorbankan pinsip hidup pasti sedikit banyak merasakan apa yang digambarkan film itu.
I Care a Lot mengisahkan tokoh bernama Marla Grayson yang memiliki perusahaan yang bekerja di bidang perawatan manula yang tidak memiliki keluarga. Sampai di sini pasti teman-teman menganggap Marla adalah tokoh baik, pasti kan?
Memanfaatkan peraturan Negara, Marla bekerja sama dengan seorang dokter dan pengurus panti jompo untuk menjadi wali sah si manula. Dari sang dokter Marla mendapatkan calon korban di mana rekam medis si korban bisa dimanipulasi sesuai keinginan. Bersama pengurus panti jompo Marla menyempurnakan rencana liciknya apabila si korban memberontak.
Silahkan baca monolog Marla di intro film ini;
“Kamu pikir kamu orang baik, Kamu bukan orang baik. Percayalah! Tidak ada yang namanya orang baik,”
“Aku pernah menjadi seperti kalian, berpikir bahwa kerja keras dan jujur akan membawa kesuksesan dan kebahagiaan,”
“Tidak. Kejujuran adalah lelucon, yang ditemukan oleh orang kaya agar membuat kita tetap miskin. Aku pernah miskin dan itu tidak cocok denganku,”
“Ada dua tipe manusia di dunia ini. Mereka yang mengambil dan mereka yang diambil. Predator dan Mangsa,”
Tidak dijelaskan secara pasti apakah Marla pernah mendapat masalah dengan orang berpengaruh sampai bisa menyatakan hal itu. Intinya Marla hanya bertujuan untuk mencari uang secara cepat melalui ranah pekerjaan yang dimiliki perusahaannya. Kalau cara cepat itu memerlukan suap menyuap, ya itu jalan yang dia ambil.
Dalam film ini kita dihadapkan dengan tokoh utama yang (kalau menurut standar saya) tidak bermoral. Mengambil keuntungan dari orang yang paling lemah. Lebih parahnya lagi, dia melakukan itu dengan bantuan orang-orang berpendidikan.
Film ini memasuki puncak konflik saat Marla mendapatan korban terbaru bernama Jennifer Peterson. Seorang perempuan tua kaya raya yang secara data kependudukan tidak memiliki sanak saudara yang hidup dan tidak pernah menikah. Dokter memberikan rekam medis palsu sehingga pengadilan mengesahkan Marla sebagai wali Jennifer untuk menentukan kebijakan merawatnya.
Seiring berjalannya waktu, terungkap bahwa Jennifer adalah identitas palsu. Si nenek ternyata ibu dari mafia Rusia yang sangat berbahaya. Di sinilah Marla dihadapkan dengan permainan hidup dan mati dengan Mafia Rusia yang marah karena ibunya dikurung.
Akting Rosamund Pike berhasil membuat saya membenci tokoh Marla. Dia menunjukkan ketekunan dan disiplin tinggi untuk mensukseskan rencananya. Dia sepertinya sudah tak menimbang nilai-nilai moral yang ada. Bukankah para pencuri uang rakyat itu mirip Marla?
Saya sendiri malah lebih membela si Mafia Rusia yang diperankan oleh Peter Dinklage. Pembuat film ini cukup pintar karena penonton tidak dipaparkan dengan sang Mafia Rusia saat melakukan kejahatan. Si mafia digambarkan sebagai seorang anak yang khawatir dengan ibunya. Siapa juga ya yang tidak akan khawatir saat ibunya terancam? Di sinilah muncul kecenderungan dari penonton (saya) untuk membela si mafia.
Bagian saat Marla harus ‘berperang’ dengan Mafia Rusia adalah bagian yang kurang saya suka. Bukannya karena Marla berhasil mengalahkan si mafia, namun lebih karena cara si mafia ‘hampir’ kalah itu terlalu biasa. Seolah-olah memang harus si Marla yang menang, tak peduli sekuat apapun pasukan si Mafia. Fakta bahwa tokoh Fran tidak dibunuh adalah sebuah kelucuan tersendiri.
Tak berhenti setelah menunjukkan Marla lebih unggul dari si Mafia, film ini sepertinya memiliki tujuan bahwa uang akan mengubah siapapun. Tak peduli motivasi awalmu apa, tapi saat sudah berhadapan dengan uang, semua bisa hilang seketika.
Overall, dalam film ini digambarkan bahwa tindakan amoral banyak terjadi di sekitar kita. Ada yang menjadi pelaku, ada yang hanya terjebak dan tak mampu menghindar, ada yang menjadi korban. Berada di manapun kalian saat ini, selanjutnya, terserah Anda.