Batu bara adalah salah satu sumber energi fosil yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan purba yang terkubur di dalam lapisan bumi selama jutaan tahun. Batu bara memiliki banyak manfaat, terutama untuk menghasilkan listrik, bahan baku industri, dan komoditas ekspor. Namun, batu bara juga memiliki dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan, seperti emisi gas rumah kaca, pencemaran udara, air, dan tanah, serta kerusakan ekosistem.
Baca juga: 17 Jenis Hasil Tambang Indonesia dan Kegunaannya dalam Kehidupan Sehari-Hari
Bagaimana proses pembentukan tumbuhan menjadi batu bara? Proses ini disebut pembatubaraan (coalification), yaitu proses perubahan kimia dan fisika dari bahan organik menjadi batu bara. Proses ini membutuhkan waktu yang sangat lama, sekitar 300 juta tahun, dan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tekanan, suhu, dan kedalaman.
Menurut teori terbentuknya batu bara, ada dua macam proses pembatubaraan, yaitu proses autochthonous dan proses allochthonous. Proses autochthonous adalah proses pembatubaraan yang terjadi di tempat yang sama dengan asal tumbuhan. Proses allochthonous adalah proses pembatubaraan yang terjadi di tempat yang berbeda dengan asal tumbuhan.
Autochthonous
Proses autochthonous terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
- Tahap gambut (peat): Tahap ini terjadi ketika tumbuhan purba mati dan jatuh ke dasar hutan rawa. Tumbuhan ini kemudian tertutup oleh lumpur dan air, sehingga tidak mendapatkan oksigen yang cukup untuk terurai. Tumbuhan ini menjadi bahan organik yang lembut, berpori, dan berwarna coklat, yang disebut gambut. Gambut memiliki kandungan air yang tinggi, sekitar 75%, dan kandungan karbon yang rendah, sekitar 60%.
- Tahap lignit (lignite): Tahap ini terjadi ketika gambut tertimbun oleh lapisan sedimen yang lain, seperti pasir, tanah liat, atau batu kapur. Gambut mengalami tekanan dan suhu yang lebih tinggi, sehingga mengeluarkan sebagian air dan gasnya. Gambut menjadi bahan organik yang keras, rapuh, dan berwarna hitam kecoklatan, yang disebut lignit. Lignit memiliki kandungan air yang lebih rendah, sekitar 45%, dan kandungan karbon yang lebih tinggi, sekitar 70%.
- Tahap batu bara bituminus (bituminous coal): Tahap ini terjadi ketika lignit tertimbun oleh lapisan sedimen yang lebih tebal, sehingga mengalami tekanan dan suhu yang lebih tinggi lagi. Lignit mengeluarkan lebih banyak air dan gasnya, serta mengalami perubahan struktur molekulnya. Lignit menjadi bahan organik yang padat, berkilau, dan berwarna hitam, yang disebut batu bara bituminus. Batu bara bituminus memiliki kandungan air yang sangat rendah, sekitar 15%, dan kandungan karbon yang sangat tinggi, sekitar 85%.
- Tahap antrasit (anthracite): Tahap ini terjadi ketika batu bara bituminus tertimbun oleh lapisan sedimen yang sangat tebal, sehingga mengalami tekanan dan suhu yang sangat tinggi. Batu bara bituminus mengeluarkan hampir seluruh air dan gasnya, serta mengalami perubahan struktur molekul yang lebih kompleks. Batu bara bituminus menjadi bahan organik yang sangat padat, sangat berkilau, dan sangat hitam, yang disebut antrasit. Antrasit memiliki kandungan air yang hampir nol, sekitar 5%, dan kandungan karbon yang hampir murni, sekitar 95%.
Allochthonous
Proses allochthonous terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
- Tahap gambut (peat): Tahap ini sama dengan tahap gambut pada proses autochthonous.
- Tahap transportasi (transportation): Tahap ini terjadi ketika gambut mengalami pengangkutan oleh air, seperti sungai atau banjir. Gambut terbawa oleh arus air dan terakumulasi di tempat yang berbeda dengan asal tumbuhan, seperti cekungan, lembah, atau pantai. Gambut dapat mengalami perubahan bentuk dan ukuran akibat gesekan dan benturan dengan bahan lain.
- Tahap pembatubaraan (coalification): Tahap ini sama dengan tahap lignit, batu bara bituminus, dan antrasit pada proses autochthonous.
Itulah proses pembentukan tumbuhan menjadi batu bara. Dengan mempelajari proses ini, kita dapat mengerti asal-usul dan karakteristik batu bara, serta dampaknya bagi lingkungan dan kesehatan. Kita juga dapat lebih menghargai dan menjaga sumber daya alam yang ada, serta mencari alternatif yang lebih bersih dan berkelanjutan.