Ini bukan review film atau sebuah cerita bersambung. Ini hanyalah curahan hati seorang anak mami.

Merantau berarti bepergian jauh dari rumah tempat kita lahir dan tumbuh dengan tujuan untuk mencari pengalaman baru dalam hidup. Sebenarnya artinya sangat sederhana, sesederhana membawa beberapa baju ganti dan berangkat menuju stasiun kereta terdekat dari rumah menuju tempat berteduh baru dan memulai rutinitas baru di tempat baru.

Mungkin untuk sebagian besar orang yang sudah mulai merasakan jauh dari rumah sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau bahkan sejak Sekolah Dasar (SD) hal ini bukan hal yang baru dan patut untuk diberi perhatian lebih. Tapi buat saya pribadi yang semenjak Taman Kanak-kanak (TK) sampai lulus kuliah masih hidup sama orang tua ini merupakan hal baru, hal besar yang perlu saya pelajari lebih dalam.

Awal tahun 2015 saya mulai dengan berpindah ke pulau Jawa bagian timur, jadi warga kota Malang. Sebelumnya saya memang gencar mengirim lamaran pekerjaan baik melalui pos maupun surat elektronik  ke berbagai media cetak maupun online yang hampir semuanya di luar kota Solo/Sukoharjo tempat tinggal saya. Bayangan saya hanya ingin segera mendapat pekerjaan yang sealiran dengan passion saya.

Momen-momen keberangkatan menjadi paling berat, saya sudah mulai merasa gegabah dalam mengirim lamaran pekerjaan tersebut. Hal yang tak saya rasakan sedikit pun saat saya berangkat ke Malang dalam rangka wawancara kerja. Sempat dalam hati kecil ini berkata, “Apa tak jadi saja aku berangkat, toh aku belum modal apa-apa, rugi ongkos wawancara saja.”

Toh ketakutanku hanya berupa kegundahan hati seorang anak mami, akhirnya aku juga berangkat, mulai menempati tempat berteduh baru, bertemu teman-teman baru yang aku sendiri sulit berkenalan dengan mereka. Disini sepi, sendiri, kegundahanku masih saja berkutat dalam hati, keinginan pulang masih mendekam tak tahu malu. Hingga akhirnya hari pertama bekerja. Mulai bertambah tekanan hidup, passion saja tak cukup untuk menjalani semuanya, hal-hal yang kuanggap keren tentang media online itu ternyata semua berat. Berat bukan dalam artian negatif, tapi ya memang dunia media penuh tekanan. Ternyata selama ini aku belum bisa apa-apa, dan terlalu sombong.

Hari demi hari yang kujalani sekarang lebih banyak sendiri, aku memang kurang bisa langsung deket dengan kenalan baru, sarapan sama makan malam semuanya sendiri, praktis cuman makan siang yang rame karena bareng temen-temen kantor. Kadang ngelamun pengen pulang, kadang juga semangat nyelesein probation hingga nanti lanjut kontrak atau tidak entah. Rasa bimbang masih terus menghantui hingga seminggu pertama.

Sekarang semua dipikirkan sendiri, mulai dari bersihin kamar, makan hingga beli pembersih telinga semua dipikir sendiri. Aku benar-benar menjadi manajer untuk diriku sendiri, belajar tanggung jawab, tanggung jawabnya seorang lelaki.

Fyuhhh, dari sini aku mulai belajar. Karena memang hidup itu tak semudah yang kupikirkan selama ini, aku merasa telah melakukan banyak kesombongan dalam hidup padahal aku belum paham apa makna hidup itu sebenarnya. Mungkin dari sini aku mendapat kesempatan untuk belajar lebih. Belajar untuk tidak lagi sombong. Belajar benar-benar menghadapi hidup, belajar untuk tidak mengambil jalan pintas.

Bismillah, perjalananku masih panjang, masih banyak yang harus ditaklukan, masih banyak yang harus dipelajari. Semoga mengeluh ku berkurang, kekuranganku juga berkurang. Ibadah ku bertambah, teman ku juga bertambah.

Bagi teman-teman ataupun pembaca yang merupakan seorang perantauan, kalian semua hebat, maaf kalau aku pernah punya salah, maaf kalau aku pernah bersikap sombong kepada kalian semua, tak kusangka kekuatan kalian sehebat itu. Bisa bertahan selama itu. Sekali lagi hebat. Aku butuh banyak nasehat dari kalian semua.

Sekian.