Alkisah di sebuah negara berkembang terjadi peristiwa tak masuk akal. Area laut sepanjang lebih dari 30 kilometer, dibangun pagar bambu.  Alhasil benda aneh ini disebut-sebut sebagai pagar laut. Tak main-main, pagar laut itu melintasi 16 desa yang tersebar di 6 kecamatan. Meski hanya dibuat dengan bambu, medan pembangunan pagar, dan panjangnya, membuat proyek aneh ini pastinya tidak dilakukan oleh sembarang orang. Perlu banyak orang dan fasilitas yang mumpuni agar bisa membuat pagar di laut, sepanjang 30 kilometer. Terus lucunya di mana?

Sejak awal Januari 2025, berita tentang Pagar Laut ini ramai diberitakan media-media arus utama. Lucunya, semua berita menjelaskan kalau pejabat pemerintahan, baik dari yang kabupaten, provinsi, hingga pusat, semua kompak mengaku tidak tahu menahu soal pembangunan pagar itu. Hal ini menunjukkan kalau pejabat pemerintahan tak paham bagaimana cara melayani rakyat.

Semakin hari, pemberitaan semakin memuat informasi-informasi baru.  Ternyata, aktivitas terkait pembangunan pagar laut itu sudah dilihat nelayan lokal sejak Agustus 2024. Awalnya nelayan setempat tak menghiraukan aktivitas itu. Namun setelah beberapa waktu, bambu sepanjang kurang lebih 6 meter itu mulai disusun menjadi pagar dan semakin lama semakin mengganggu aktivitas para nelayan. Jarak tempuh mereka untuk melaut menjadi semakin jauh karena harus memutar.

Nelayan yang Protes Disebut Provokator

Beberapa nelayan lokal yang merasa terganggung mencoba untuk mendatangi orang-orang yang membangun pagar laut bambu itu, namun permintaan untuk menghentikan pembangunan tak digubris. Malahan, beberapa hari setelahnya, nelayan lokal itu didatangi orang asing dan disebut sebagai provokator pembangunan yang dilakukan pemerintah. Nelayan itu mengaku ditakut-takuti dan identitas mereka sudah dikantongi aparat keamanan setempat.

Tak menyerah, sekelompok nelayan ada yang melapor ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Perwakilan dari KKP diberitakan sudah mengawasi dan mencari tahu pembangunan Pagar Laut itu sejak baru sepanjang 7 kilometer. Mereka juga diberitakan sudah menggandeng aparat keamanan untuk mendatangi oknum pembangun pagar laut saat masih beraksi. Meski sudah diberi peringatan penghentiak aktivitas, nyatanya, kini pagar laut itu membentang hingga 30 km, dan pejabat terkait masih saja bilang tidak mengetahui apapun.

Berarti setelah didatangi aparat dan pejabat pengawas, otak pelaku pembangunan Pagar Laut ini masih nekat dan berhasil membuat pagar hingga sepanjang 30 kilometer. Diperlukan berita yang semakin viral dan kerugian yang sudah melanda lebih banyak orang untuk membuat para pejabat ini bergerak.

Saatnya Cuci Tangan & Tidak Perlu Memberi Solusi

Semakin kesini, pemberitaan terasa semakin lucu. Orang-orang yang ditugasi mengawasi hal-hal laut dan aktivitas ilegal, terasa hanya ingin cuci tangan. Tak ada keterangan memuaskan dari para pejabat itu. Mereka seolah-olah tidak ingin segera memberi solusi agar rakyat kecil tak terus menerus dirugikan.

Pemerintah hanya sibuk menjeaskan kalau mereka sedang berusaha mencari pelaku pembangunan.  Jawaban yang terus menerus muncul, seolah-olah pemerintah tak bisa melakukan tindakan lain untuk melindungi rakyat. Seolah-olah pagar laut itu dibiarkan ada karena kalau langsung dibongkar akan ada tabrakan kepentingan.

Setelah tak ada informasi terkait pelaku pembangunan, muncul kabar baru yang dibuat seperti pemerintah melakukan  tindakan tegas. Mulai menyebarlah narasi kalau pemerintah mulai menyegel pembangunan Pagar Laut. Lebih membagongkan lagi, digaungkan pula perintah itu langsung datang dari orang nomor 1.

Kebijakan itu tak kalah absurd dengan respons-respons sebelumnya. Pagar ilegal itu jelas-jelas menghalangi aktivitas nelayan lokal. Kenapa responsnya menyegel pagar itu? Mau diperkuat atau bagaimana? Seolah-oleh pemerintah tak berani bertindak tegas karena takut entitas powerfull yang mungkin berada di balik pembangunan Pagar Laut itu. Lagi-lagi rakyat kecil dibiarkan berlarut-larut dirugikan tanpa ada bantuan tegas dari pemerintah.

Muncul Oknum yang Mengaku Pelaku

Pemerintah terus menjelaskan kalau mereka sedang mencari pelaku pembangunan Pagar Laut ilegal. Nantinya, pelaku akan didenda dan diwajibkan membongkar pagar yang mereka buat. Konsep apa ini? Apa iya, jika ada tindak kejahatan, korban baru akan ditolong setelah pelaku tertangkap? Sebelum itu, korban hanya akan dibiarkan saja. Sungguh pola pikir yang unik.

Setelah pemerintah menjelaskan sedang mencari pelaku, muncul komunitas nelayan yang mengklaim membangun pagar laut itu. Kontradiktif dengan pengakuan para nelayan sebelumnya yang merasa dirugikan, oknum komunitas nelayan ini menyebut pagar laut ini dibangun demi kebaikan nelayan. Mulai untuk menahan abrasi, mempermudah menangkap ikan, hingga menahan tsunami.

Jika boleh berpikir liar seperti drama-drama sinetron, apa oknum ini sengaja dikirim sindikat mafia untuk memperkeruh situasi?

Terlepas dari oknum yang mengaku membangun Pagar Laut, pemerintah masih saja memberikan jawaban-jawaban lucu. Mereka masih serius mencari pelaku pembangunan Pagar Laut dan konsisten ingin mereka bertanggung jawab. Hingga kisah ini ditulis pada 13 Januari 2025, Pagar Laut masih saja disegel, meskipun dengan bumbu-bumbu janji pemerintah akan membongkarnya JIKA PAGAR LAUT MERUGIKAN RAKYAT