Di sebuah titik di hidupku, aku pernah merasa menjadi orang paling naïf sedunia. Satu persatu cerita yang dulu hanya muncul di film-film favoritku atau novel favoritku, berubah menjadi kejadian nyata dan biasa terjadi.

Seperti kata orang pintar di kuliah Teori Sastra, Karya Sastra itu adalah sebuah imitasi kehidupan atau tiruan perilaku antarmanusia. Teori tersebut dikenal dengan mimesis.

Ilustrasi Film-Photo by Myke Simon on Unsplash

Menurut saya, tujuan teori mimesis ini agar manusia bisa mengambil nilai moral dan nilai-nilai positif lainnya saat menjalani hidup. Namun yang terjadi adalah, karya-karya yang akurat meniru perilaku manusia itu hanya sebuah cermin. Baik buruk tetap ada di dunia ini, dan iya, masih banyak orang jahat di dunia ini.

Dulu, aku sudah tahu tentang keserahakan, aku juga sudah tahu tentang kemarahan, atau tentang  kemalasan. Namun kenaifanku membuatku mengira hal itu hanya ada di Seven nya David Fincher.

Saat aku SD yang kutahu hanya ke sekolah, pulang, dan main bersama teman-teman. Kini aku baru mendengar, orang tua ku pontang panting demi bulanan sekolah. Dulu aku minta uang se-enak hati, kini aku cari uang sampai tak kenal waktu. Kupikir orang paling menderita hanya ada di Novel The Old Man and the Sea nya Ernest.

Mendengar soal korupsi pun sepertinya setiap hari. Meski banyak berita heboh yang membahasnya, kupikir semua terjadi jauh dari kehidupanku. Palingan, yang terdekat cuman di dokumenternya Kimberly Reed Dark Money.

Lama-lama kupikir aku salah. Iya memang aku salah. Semua yang ada di karya-karya hebat itu, terjadi sangat dekat denganku. Keserakahan, kemarahan tak terkontrol, kemalasan, hingga korupsi semua terjadi sangat dekat. Di tahap ini kejujuran menjadi sebuah hal yang sangat mahal dan berbahaya. Tinggal diri kita mau memperjuangkannya atau tidak.

Kadang aku berkhayal semua orang bisa seperti karakter Marta Cabrera di Knives Out nya Rian Johnson. Mungkin kalau seperti itu aku akan melihat banyak sisa muntahan di sudut-sudut kantorku.