Netflix bisa dibilang peka dengan cerita-cerita dokumenter yang seru. Sebelumnya ada Operation Varsity Blues, tentang skandal suap penerimaan perguruan tinggi. Kini, yang terbaru sebuah kasus penipuan lintas negara menggunakan aplikasi kencan, Tinder. Berjudul The Tinder Swindler, film dokumenter The Tinder Swindler mengekspose penipuan yang dilakukan Simon Leviev kepada beberapa pacar dan teman wanityanya dari berbagai negara. Semua dikenal melalui Tinder.

Diakhir nonton The Tinder Swindler, saya merasakan amarah dan mempertanyakan keadilan di dunia ini. Kenapa? Karena film dokumenter The Tinder Swindler menggambarkan bagaimana seseorang menggunakan tipu muslihat untuk mengambil keuntungan dari orang lain, namun si pelaku sampai sekarang belum pernah merasakan efek yang setimpal. Bahkan di akhir film dokumenter The Tinder Swindler, kita disuguhi informasi bahwa pelaku sudah hidup nyaman di negaranya.

Jalan cerita secara umum, film dokumenter The Tinder Swindler menggambarkan tiga orang perempuan dari tiga negara berbeda, Inggris, Swedia, dan belanda. Ketiganya berkenalan dengan sosok Simon Leviev dari aplikasi Tinder. Dua di antaranya dijadikan pacar, satu sebagai teman biasa. Terjadi dalam kurun waktu yang bisa dibilang berurutan, Simon menipu satu perempuan untuk membiayai kehidupan mewahnya dengan perempuan lain. Hingga kini dipercaya belum semua korban Simon terungkap.

Korban Menderita Kerugian  Hingga Miliaran Rupiah

Simon memanfaatkan celah ‘butuh teman’ dari para kenalannya di Tinder. Ia meninggalkan kesan mewah, pemerhati, dan lembut di kesan pertemuan pertama. Ia merupakan penipu profesional. Ia bahkan bisa menunggu berbulan-bulan sebelum meminta uang dari korbannya, yang mana uang itu tidak akan dikembalikan.

Cecilie Fjelhoy, perempuan asal Norwegia yang tinggal di London, Inggris dilaporkan mengalami kerugian lebih dari US$250.000 (lebih dari Rp3,5 miliar). Daya tarik Simon membuat ia dan Cecillie resmi pacaran.

Pada suatu momen, Cecilie dimintai uang puluhan ribu dolar. Alasannya, kartu kredit Simon diblokir karena dia sedang dikejar musuh. Beberapa hari berselang, alasan tersebut diulangi, bahkan Simon sampai mengirim foto dan pesan suara yang menguatkan kalau nyawanya terancam.

Kartu kredit atas nama Cecilie dipakai Simon hingga limit berkali-kali. Uang demi uang dikirimkan Cecilie ke Simon. Bahkan ia dibuatkan slip gaji palsu agar pinjaman ke bank disetujui. Cecilie mulai tak percaya Simon saat janji Simon tak kunjung ditepati.

Korban kedua di film dokumenter The Tinder Swindler adalah Pernilla Sjoholm. Dia digambarkan sebagai perempuan dewasa mandiri yang bermain Tinder bukan untuk mencari pasangan, namun mencari teman yang bisa menemani menjalani hobi.

Pernilia berkenalan dengan Simon, setelah beberapa saat komunikasi, ia diajak piknik mewah di Yunani. Pernilla bertemu dengan pacar Simon, pengawal, dan beberapa rekan bisnis. Saat itu Simon benar-benar menghamburkan ribuan dolar dalam beberapa hari. Semua orang ditraktir oleh Simon.

Setelah itu, Pernilla tak lagi bertemu dengan Simon. Mereka hanya sesekali berkomunikasi melalui Whatsapp, Pernilla menganggapnya sebagai sahabat.

Aksi penipuan Simon kepada Pernilla dilakukan dengan kedok yang sama dengan apa yang diterima Cecilie. Suatu pagi tiba-tiba Pernilia diberi pesan darurat yang ujungnya meminta uang. Bahkan setelah beberapa kali meminjam, Simon mengembalikan uang dengan nominal yang jauh lebih banyak daripada yang dipinjam. Namun tentu saja, bukti transfer yang dikirimkan palsu. Pernilia juga pernah diberi jam tangan mewah untuk mengganti hutang Simon, namun jam itu juga palsu.

Korban ketiga adalah Ayleen Charlotte asal Belanda. Ia bahkan menjadi pacar Simon selama lebih dari satu tahun. Bisa dikatakan Ayleen berpacaran dengan Simon saat Cecilie juga berkenalan dengan Simon. Atau saat Pernilla ikut piknik mewah di Yunani.

Ayleen bisa dibilang sedikit beruntung, karena dia berhasil mengelauhi Simon disaat-saat si penipu terpojok. Ia terus meminta uang ke Ayleen, namun sang pacar yang sudah mengetahui modus Simon malah menyuruhnya menjual baju-baju mewah milik Simon. Si penipu itu akhirnya menyerahkan semua baju-baju mewahnya dengan harapan akan ditransfer dana oleh Ayleen setelah barang itu laku.

Ayleen melakukan hal itu karena membaca artikel viral tentang Simon dan penipuannya. Melalui akses dengan Simon ini Ayleen membantu kepolisian untuk melacak Simon yang waktu itu sudah memakai nama baru dan identitas palsu lain.

Kita Semua Harus Memuji Keberanian Cecilie

Cecilie bisa dibilang ujung tombak awal terungkapnya skema penipuan Simon. Ia ditipu seorang pria yang ia cintai. Di momen-momen paling rendah di hidupnya, Cecilie sempat melapor ke polisi, namun tanggapan yang diterima kurang positif. Ia sempat menjalani hari-hari bersama psikiater karena ia mengalami mental breakdown.

Akhirnya, setelah mengumpulkan keberanian, ia mengontak media asal Norwegia, VG. Pihak VG awalnya skeptis dengan cerita Cecilie. Namun setelah melihat semua bukti lengkap dari chat, foto, hingga video, tim Jurnalis VG akhirnya menginvestigasi Simon dan mengkurasi semua tindakan Simon kepada tiga korbannya.

Media sosial dan tentunya Internet menjadi alat paling efektif untuk mengumpulkan bukti dan berkomunikasi dengan korban-korban Simon. VG mendapatkan petunjuk mengenai korban kedua dari data pemesanan tiket yang bisa dilacak di Internet. Mulai dari situ, penyelidikan semakin dekat dengan Simon.

Setelah menjadi satu kesatuan cerita, konten dari VG menjadi viral. Semakin viral konten yang dibuat VG, akhirnya muncul beberapa korban lain. Hingga akhirnya Ayleen yang masih berhubungan dengan Simon pun membaca konten VG. Mulai dari momen tersebut Simon kehilangan tajinya dan akhirnya tertangkap.

Keadilan Belum Tentu Datang Kepada yang Membutuhkan

Simon ditangkap di Yunani karena penggunaan paspor palsu. Ia diekstradisi ke Israel dan diadili. Ia mendapat vonis 15 bulan penjara namun hanya menjalani 5 bulan masa tahanan. Sungguh miris jika dibandingkan dengan kerugian yang ia timbulkan kepada para korban. Hingga film dokumenter The Tinder Swindler rilis dan viral, para korban masih berusaha membayar hutang ke bank-bank.

Kalau dilihat lebih seksama, kejahatan yang dilakukan oleh Simon sepertinya tidak membuat para penegak hukum tertarik. Diperlukan artikel super viral dari VG hingga kepolisian bergerak mencarinya.

Setelah diekstradiksi ke Israel, Simon hanya didakwa atas kejahatan yang dia lakukan sebelum melarikan diri dari negara tersebut. Hal ini kemungkinan karena perbedaan aturan di berbagai negara sehingga ia belum mendapat balasan atas penipuan yang dia lakukan di luar Israel.

Poster Film Dokumenter The Tinder Swindler

Mari Kita Renungkan Pesan Film Dokumenter The Tinder Swindler

Film dokumenter The Tinder Swindler bisa menjadi peringatan untuk kita semua, khususnya teman-teman dan saudaraku yang perempuan. Kita tidak bisa menutup mata dan menyalahkan Tinder karena membuka peluang terjadinya kejahatan seperti itu.  

Di sisi lain, jika digunakan untuk tujuan positif, media sosial maupun internet pun bisa mencapai hal-hal yang luar biasa. Jutaan orang mengetahui kedok Simon karena artikel VG yang viral.

Sebagai manusia dewasa, saat kita memutuskan untuk menggunakan aplikasi apapun, kita harus siap akan konsekuensinya. Apabila ada di antara teman-teman yang memang menggunakan aplikasi serupa. Kalian harus mempunyai batasan.

Bagaimanapun orang yang kita kenal secara online adalah orang asing. Meskipun kita sudah dekat, jangan sampai menghilangkan batasan yang sudah kita tentukan diawal. Apabila kita memberi satu hal, setidaknya biarkan teman online ini juga memberikan satu hal. Sehingga balance dan muncul hubungan yang sama-sama menguntungkan.

Di Indonesia, kemungkinan pengguna aplikasi serupa tidak sebanyak di luar negeri. Namun pasti ada yang menggunakan. Ingatlah wahai teman-teman, meskipun niat kalian sama-sama one night stand, atau benar-benar ingin membina hubungan. Pihak perempuan akan menjadi pihak yang lebih rentan. Oleh karena itu, para wanita lebih berhati-hatilah.

Kesimpulan

Film dokumenter The Tinder Swindler sangat layak untuk ditonton. Menambah pengetahuan kita terkait sebuah peristiwa menghebohkan yang sebelum ini mungkin belum terbersit di kepala kita. Di momen-momen terakhir nonton film dokumenter The Tinder Swindler, saya langsung teringkat sosok anti-hero dari Marvel, The Punisher. Mungkin karena hukuman formal seolah-olah tak mampu menyentuh Simon, maka sebaiknya dia didatangi Punisher dan dihajar habis-habisan. Hehe