This country needs vigilante, at least for those animal slashers. No matter what they excuse, no matter what the ‘think’ before the caught of doing that, no matter what they wear or how they post it in social media. Their head need to be blown up immediately and effectively.

Iya, kalimat itu merupakan harapan pribadi mengenai oknum-oknum yang beberapa waktu terakhir ramai dibicarakan di sosial media. Orang-orang yang dengan senyum dan bangganya mengunggah foto aksi mereka membunuh hewan-hewan bahkan ada yang menyembelih dan memamerkan isi tubuh hewan yang baru saja dengan sadis mereka matikan.

Beberapa hari kemarin linimasa Facebook ku muncul gambar seorang perempuan yang menenteng beberapa ekor kucing yang sudah tak bernyawa. Kucing tersebut diungkap merupakan hasil buruannya, yang diketahui ternyata jenis kucing hutan yang dilindungi undang-undang. Sontak foto perempuan tersebut viral dengan mayoritas tukang share yang mengecam foto tersebut. Alhasil tak lama kemudian perempuan yang mengaku memakan kucing tersebut bersama keluargantya berhasil diamankan pihak yang berwajib.

Baru satu hari lewat gambar perempuan ‘pemakan’ kucing linimasa facebook-ku kembali muncul gambar jasad kucing lainnya, kali ini ada organ tubuh yang dipamerkan. Jujur aku tidak merasa perlu menyempatkan diri membaca note di gambar tersebut yang jelas aku tahu menurutku hal itu tak patut dilakukan oleh manusia beradab, apapun alasannya. Kemudian muncul lagi gambar oknum yang menyembelih kucing, iya sekali lagi aku ga baca note di foto tersebut, entah itu orang daerah mana, alasan melakukan hal itu apa, I don’t give a fak!!

Sejauh ini aku masih bingung mengimajinasikan pola pikir para animal slasher tersebut. Apa mereka mendapat kepuasan tersendiri saat membunuh kucing-kucing lucu tak berdosa tersebut? atau mereka memang sudah memendam rasa benci yang teramat sangat pada kucing-kucing tersebut? Tapi kenapa? misal kucing kampung tersebut suka mencuri makanan, toh bisa diusir dengan cara lain, ditakut-takuti, atau jadi manusia yang lebih pinter biar ga ada yang dicuri kucing.

Kita ini manusia yang hidup dengan sebuah aturan tertulis dan tak tertulis. Aturan untuk tidak membantai hewan itu sepertinya sudah masuk di ranah aturan tak tertulis, sehingga jika kalian sengaja melanggarnya meskipun tak ada larangan sebelumnya, respon kahalayak akan mengutuk hal itu. Kecuali kalian tinggal di sebuah pulau yang makanan utama mayoritas penduduknya hewan-hewan tersebut, silahkan, aku pribadi tidak akan ngelarang. (lha yo urip-uripmu dewe)

Pernyataan di atas secara tak langsung juga menjadikan aku ‘membolehkan’ para animal slasher melakukan aksinya secara sembunyi-sembunyi. Camkan kalimat ini ya, aku tidak membolehkan atau melarang mereka melakukan hal itu secara sembunyi-sembunyi, toh aku juga tidak mempunyai wewenang tersebut. Hanya saja dalam kondisi tertentu sikap ‘membolehkan’ in diperlukan hingga suatu saat jika sudah bisa melarang, larang sekuat mungkin.

Selain para animal slasher yang keji, biadab dan tak punya akal sehat tersebut. Aku sempat membaca sekilas komen seorang pengguna sosial media yang menganggap pembantaian itu biasa-biasa saja. Pengguna sosial media tersebut menganggap hal itu sama saja dengan menyembelih ayam untuk dikonsumsi. Ini lho contoh pemikiran yang terlalu rumit itu yang seperti ini, sampai-sampai mempersamakan dua kasus berbeda menjadi sama. Orang-orang yang ga paham dengan konvensi aturan tertulis dan tak tertulis seperti di atas. Mungkin mereka juga menganggap menyembelih manusia untuk di makan sama saja dengen menyembelih ayam.

Manusia diberi akal dan pikiran lebih canggih dari makhluk hidup lain salah satunya juga untuk digunakan menyikapi hal seperti ini. Terserah kalian mau memilih posisi dimana. Ini memang bukan kali pertama hal sejenis terjadi, sehingga baru kali ini marah dengan kejadian seperti ini rasanya sebuah hal yang sia-sia dan terlambat.

Sampai pada posisi ini aku hanya bisa berandai-andai. Seandainya Batman teman sebangku-ku di kelas dulu, aku akan mulai mengajaknya ketemu. Menanamkan doktrin-doktrin ku tentang kasus ini. Dan mulai mengajaknya menemui mereka satu persatu. Hingga pada suatu malam, di saat tidur mereka yang lelap, semua berakhir disitu, tanpa rasa sakit, tanpa peradilan, tanpa sosial media. Cuma aku…dan Batman tentunya.