Satu lagi bukti nyata bahwa kualitas akan mengalahkan kuantitas. Jadi ceritanya awal bulan ini nambah satu mainan baru (baca: blog), niatnya sih biar tetep nulis tentang film secara profesional jikalau nanti udah ga kerja di tempat kerja yang sekarang, dan niatan itu sebentar lagi jadi kenyataan. Jadi mulailah dikit-dikit nulis di blog itu, dari berita, opini sampai review. Tapi, yang namanya blog baru, bisa diibaratkan  kayak toko kelontong kecil, yang baru dibuka, terus lokasinya terpencil, jadi belum ada pembeli atau pengunjung. Tapi nothing to lose lah ya, namanya juga nulis sesuka hati, ya jalanin aja.

Hari-hari pertama ya nulis aja, artikel-artikel ringan, hardnews film-film Indonesia, atau yang lagi diputer di bioskop, sambil nembak keyword sinopsis film atau film terbaru. Sehari diusahakan minimal ada dua artikel up dengan syarat-syarat disesuaikan sama kata-kata Mas Yoast. Tapi ya tetep, namanya toko kelontong baru buka, yang ngunjungin ga ada, ada angka 10 di stats itu udah Alhamdulillah banget, meskipun 50 persennya mungkin saya sendiri yang nge-visit.

Tapi hal itu berubah drastis setelah Valak populer di dunia maya. Demon Nun dari The Conjuring 2 ini selaim membuat filmnya seram maksimal, juga membuat dunia maya ramai membahasnya dalam bentuk meme. Mulai dari instagram, path, sampai facebook dipenuhi meme tentang Valak. Nah, dari situ bisa dipastikan akan muncul peluang-peluang baru mengenai Valak yang bisa dijadiin artikel.

Dari situ saya ikut bikin artikel tentang fakta-fakta Valak, sama wajah asli pemeran Valak. Sumpah, ini tema bukan inovasi ya, ada beberapa situs lokal besar yang saya jadikan referensi juga, tapi memang kebanyakan fokus di meme Valak sih, jadi pas nulis, saya yakin potensinya besar. Dan voila….

pv-jebol

Statistik mainan baru yang umurnya belum ada sebulan.

Bisa dilihat dari gambar di atas, stats dari awal bulan masih hampir selalu di bawah angka 20. Setelah posting dua artikel tentang Valak (16 Juni), H+1 langsung jebol, tembus 800, H+2 bahkan lebih banyak. Dalam selang dua hari tersebut saya tidak sempat menulis artikel baru.

Jika ditanya soal promo artikel tersebut, saya tidak menggunakan layanan berbayar apapun, share ke facebook kebetulan tidak sama sekali, hanya twitter, dan memposting teaser artikelnya di sebuah forum yang jauh popularitasnya jika dibanding Kaskus.

Nah, dari pengalaman ini bisa diambil sedikit kesimpulan soal teknik menulis artikel online. Mengutip kata para pakar mengenai Content is the King, konten itu yang utama, pertanyaannya, konten yang seperti apa? Tentunya konten yang memiliki value, mulai dari value informasi, value kecepatan tayang, value worth to read, dekat dengan pembaca. Selain itu, dari pengalaman ini juga bisa terbukti kalau tidak perlu bikin artikel banyak-banyak untuk meraih visitor. Seiring berjalannya waktu kepadatan konten akan terus bertambah, jika tiap artikelnya memiliki value A+ maka bisa mantaplah sudah.

Model-model traffic booster kayak gini tidak bisa bertahan lama, bisa bertahan ramai dua hari pun sudah bersyukur. Oleh karena itu diperlukan kreativitas yang terus diasah, perlu dibiasakan mencari celah-celah kesempatan untuk membuat tema artikel yang unik. Selama bukan hanya sebuah click bait yang tidak ada isinya, atau menyebarkan berita bodoh, apalagi menyebar kebencian, semuanya sah-sah saja.